Sabtu, 23 Juni 2012

2 Indeks keaneka ragaman dan dominansi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Indonesia sebagai negara kepulauan dengan tingkat keanekeragaman hayati pesisir dan laut yang tinggi, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan hal yang mendasar serta mendesak untuk dilaksanakan. Laju kerusakan keanekaragaman hayati pesisir dan laut serta kepunahan beberapa spesies langka seakan berpacu dengan waktu. Dominansi laju tersebut terkadang bahkan seakan menenggelamkan upaya penyelamatan dan pelestarian keanekaragaman hayati laut dan pesisir di Indonesia.  Indonesia dituntut untuk mengejewantahkannya dalam penurunan laju kerusakan, khususnya untuk keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang terus menerus menerima dampak kerusakan baik yang bersumber dari dalam ekosistem itu sendiri maupun dari  ekosistem lainnya.
Nilai kegunaan dan manfaat keanekaragaman hayati pesisir dan laut terlalu besar ongkos ekologinya jika terus dibiarkan berada dalam kebrutalan pengrusakan dan pemusnahan. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di pesisir dan laut, beserta interaksi di antara bentuk kehidupan tersebut dan antara bentuk kehidupan tersebut dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan di pesisir dan laut: tanaman yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk.  Kekayaan hidup ini adalah hasil dari sejarah ratusan juta tahun berevolusi yang jika hilang akan susah untuk pulih bahkan bisa hilang untuk selamanya.
Komunitas ekosistem pantai pasir dangkal terletak di sepanjang pantai pada saat air pasang. Luas wilayahnya mencakup pesisir terbuka yang tidak terpengaruh sungai besar atau terletak di antara dinding batu yang terjal/curam. Komunitas di dalamnya umumnya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan ganggang dan atau rerumputan.
B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana keadaan dominansi di perairan barru ?
2.      Bagaimana keadaan keanekaragaman di perairan barru ?






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Ekosistem Lamun
            Lamun adalah tumbuhan berbunga air yang terbentuk padang rumput didekat pantai perairan payau atau laut di daerah beriklim sedang dan tropis.Australia memiliki keanekaragaman lamun tertinggi di dunia, terdiri darilebih dari separuh spesies di dunia, dan semua kecuali satu genus. Padatingkat luas, lamun dibedakan menjadi spesies beriklim sedang dan tropis.Spesies lamun juga dapat berbeda dalam hal luasnya rentang distribusimereka (vs luas terbatas), strategi reproduksi mereka (misalnya pembenihancepat, bank benih dan reproduksi vegetatif), tingkat ketekunan mereka (vssingkat persisten), fisiologi (misalnya pertumbuhan dinamika, siklus haradan respon terhadap gangguan) dan dalam interaksi ekologi mereka(misalnya pengaruh penggembalaan, struktur kanopi daun, produksi detritusdan produksi epifit). Kumpulan spesies lamun menimbulkan serangkaian padang lamun dinamis dan temporal dan spasial variabel. Perubahankomposisi jenis padang lamun dapat menunjukkan perubahan lambat tapi penting dalam lingkungan, dan merupakan indikator disarankan untuk  Negara Lingkungan Hidup.
            Tanaman lamun bisa hidup normal dalam keadaan terbenam, dan mempunyai sistem perakaran jangkar (rhizoma) yang berkembang baik. Mengingat pada dasarnya tak berbeda dengan tanaman darat, maka lamun punya keunikan yaitu memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Semuanya dilakukan dalam keadaan terbenam di perairan laut. Hal inilah yang menjadi perbedaan nyata lamun dengan tumbuhan yang hidup terbenam di laut lainnya seperti makro-alga atau rumput laut (seaweed). Untuk bisa hidup normal, akar tanaman lamun cukup kuat menghujam ke dasar perairan tempat tumbuh. Akar ini tidak berfungsi penting dalam pengambilan air –sebagaimana tanaman darat-- karena daun dapat menyerap nutrien (zat gizi) secara langsung dari dalam air lat. Tudung akarnya dapat menyerap nutrien dan melakukan fiksasi nitrogen. Sementara itu, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung dalam kolom air, lamun dilengkapi dengan rongga udara (Husein, 2005).
B.     Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reefs) merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa kelas Seleterctinia, yang termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (CaCO3) (Vaughen, dalam Supriharyono, 2000b). Struktur bangunan batu kapur (CaCO3) tersebut cukup kuat, sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut, sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup di sini disamping selectrctinian corals, adalah algae yang juga banyak mangandung kapur (Dawes, 1981).
Berkaitan dengan terumbu karang di sini dibedakan antara binatang karang (reef corals) sebagai individu organisme atau komponen masyarakat, dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya organisme-organisme karang.
Terdapat dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan yang tidak membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat, sehingga sering dikenal pula sebagai reef-building corals. Sedangkan ahermatypic corals adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang (Bengen, 2002; Supriharyono, 2000b).
Perkembangan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik lingkungan yang dapat menjadi pembatas bagi karang untuk membentuk terumbu. Adapun faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah: (1) suhu air > 180C, tetapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar antara 23 ¨C 25oC, dengan suhu yang maksimal yang dapat ditolerir berkisar antara 36 ¨C 40oC; (2) kedalaman perairan > 50 meter, dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada ¡Ü 25 meter; (3) salinitas air yang konstan antara 30 - 36¡ë; dan (4) perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen (Bengen, 2001, 2002).
Pada daerah terumbu karang, ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang mencolok. Dengan jumlahnya yang besar dan mengisi terumbu karang, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa ikan karang penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang (Nybakken, 1988). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986).
Terumbu karang merupakan habitat bagi beragam biota, sebagai berikut: (1) beraneka ragam avertebrata (hewan tak bertulang belakang), terutama karang batu (stony coral), juga berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan, ekinodermata (bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan leli laut); (2) beraneka ragam ikan: 50 ¨C 70% ikan kornivora oportunik, 15% ikan herbivora, dan sisanya omnivora; (3) reptil, umumnya ular laut dan penyu laut; dan (4) ganggang dan rumput laut, yaitu: algae hijau berkapur, algae karolin dan lamun (Bengen, 2002)
Adapun hal yang dapat merusak terumbu karang yaitu salah satunya pada penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya. Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat buruk untuk ikan-ikan yang ada (Hamid, 2007).
C.    Indeks Dominansi
            Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang  mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):
        C      = ∑  (  )²
Dengan C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis larva i
N = jumlah seluruh individu dalam total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
            Nilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi Odum (1971). Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).
            Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011).
D.    Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang diteliti. Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener.Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman biota air, dapat diketahui secara umum mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk plankton, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air terhadap kehidupan plankton (Odum, 1975). Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997).

BAB III
METODE PRAKTEK
A.                Waktu dan Tempat

Praktek Lapang Ekologi Perairan di laksanakan pada :
Hari/tgl            : Sabtu tanggal 19 mei 2012
Tempat            : Desa Kupa Kec. Mallusetasi  Kab. Barru  Sulawesi                                       selatan.
B.                 Metode Praktek
Adapun metode pelaksanaan praktek adalah sebagai berikut:
1.      Siapkan peralatan praktekum
2.      Penentuan lokasi pengamatan yaitu dengan cara membuat plot dan sub plot dilaut dan diteliti organisme apa yang ada di daerah tersebut.
3.      Mengklasifikasikan organisme yang ditemukan pada plot tersebut.
4.      Metode kepustakaan yaitu dengan mengetahui konsep-konsep yang berhubungan dengan objek penelitian serta kegiatan. penelusuran literature yang erat kaitannya dengan pembahasan laporan nanti.

C.                Alat
            Adapun alat yang digunakan saat melakukan praktek adalah sebagai berikut :
1.       Tali rafia
2.       Patok
3.      Alat  tulis




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
            Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil dari masing-masing plot yaitu :

No
Organisme
Plot
A
B
C
D
E
1
Teripang
-
2
-
-
2
2
Kerang
2
1
1
3
1
3
Bulu Babi
11
-
3
15
-







Tabel 1. Organisme pada masing-masing plot
 


No
Organisme
Jumlah
1
Teripang
4
2
Kerang
8
3
Bulu babi
29
jumlah
41
Tabel 2. Jumlah Organisme dari Plot A sampai Plot E

1.      Dominansi

                 Untuk menentukan indeks dominansi  sejenis digunakan rumus :
C      = ∑  (  )²
    = ∑ (  )² + (  )² + (  )²
    = ∑ (0,70)² + (0,19)² + ()²
     = ∑( 0,49  )+( 0,0361 )+ ( 0,0081)
          = 0,5342
D = 1 — C
= 1 0,5342
= 0,4658
2.      Keanekaragaman
No
N. organisme
Pi
Lnpi
Pi (Npi)
1
Bulu babi
29
0,70
-   0,35
-   0,245
2
Kerang
8
0,19
-   1,66
-   0,315
3
Teripang
4
0,09
-   2,40
-   0,216
Jumlah
-   0,776

Indeks Keanekaragaman
Table 3. indeks keanekaragaman

H’ =  [ ln  ]
H’ = - [ - 0,776  ]
= 0,776

B.     Pembahasan

1.      Dominansi
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari praktikum maka dapat di ketahui bahwa dominansi di perairan Desa Kupa Kabupaten Barru mempunyai indeks dominansi yang rendah karna hasilnya mendekati nol atau dengan kata lain di perairan tersebut cukup baik karena tidak ada spesies organisme tertentu yang mendiminasi tempat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1971) yang menyatakat bahwa nilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi.
Hal ini terjadi karena pada perairan tersebut terjadi kerusakan terumbu karang yang cukup parah yang di akibatkan oleh terjadinya pencemaran lingkungan oleh limbah industri maupun limbah rumah tangga sehingga juga mempengaruhi tingkat atau indeks dominansi pada perairan tersebut meskipun pada perairan tersebut mulai terjadi perubahan yang cukup bagus di tandai dengan banyaknya terumbu karang yang mulai tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (1997), faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, sertaperubahan iklim.

2.      Keanekaragaman

Berdasarkan hasil yang di peroleh maka dapat di ketahui bahwa keanekaragaman pada perairan Barru cukup bagus karena tingkat atau indeks keanekaragamannya mendekati satu. Hal ini sesuai dengan pendapat  (Odum, 1975) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada.
Hal ini terlihat dimana pada perairan tersebut mulai mengalami perubahan yang cukup bagus dimana karang-karang mulai tumbuh dan pada daerah karang lebih banyak ditemukan organisme dibandingkan pada padang lamun. sebaliknya pada padang lamun kurang di temukan organisme karena padang lamun pada perairan tersebut kurang subur dimana banyak tumbuhan lamun yang tertutupi oleh tumbuhan air lainnya yang bersifat menutupi permukaan perairan sehingga penetrasi cahaya yang di terima lamun kurang sehingga berpengaruh pada pertumbuhan lamun, selain itu juga banyaknya buangan limbah rumah tangga dari warung-warung sekitar pesisir pantai yang bersifat merusak lamun. Hal ini sesuai dengan pendapat (Widodo, 1997) yang menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim.



BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Semakin tinggi indeks dominansi suatu perairan maka maka keanekarangaman suatu perairan semakin berkurang dan begitupun sebaliknya.
2.      Tingkat atau indeks dominansi dan keanekaragaman perairan Barru cukup bagus kerena tingkat atau indeks dominansinya kurang sedangkan indeks keanekaragamannya tinggi.
3.      Tingkat keanekaragaman suatu perairan menunjukkan tingkat kesuburan perairan tersebut.
4.      Kesuburan suatu perairan sangat mempengaruhi keanekaragaman biota di perairan.

B.     Saran

1.      Waktu dalam melaksanaan praktek sebainya lebih lama
2.      Butuh penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan akurat.





DAFTAR PUSTAKA

http://ekosistem-terumbu-karang.

http://Ekosistem-Padang-Lamun.

http://Kerusakan ekosistem perairan terumbu karang akibat cara penangkapan yang ilegal (ILEGAL FISHING) « DuniaKuMu Blog.

http://94-saatnya-peduli-pada-padang-lamun

http://Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut Indonesia dalam Tinjauan  Perubahan Iklim « Hendra Yusran Siry.

Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

2 komentar:

 

Prikanan Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates