BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan tingkat keanekeragaman hayati pesisir dan laut
yang tinggi, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan hal yang mendasar
serta mendesak untuk dilaksanakan. Laju kerusakan keanekaragaman hayati pesisir
dan laut serta kepunahan beberapa spesies langka seakan berpacu dengan waktu.
Dominansi laju tersebut terkadang bahkan seakan menenggelamkan upaya
penyelamatan dan pelestarian keanekaragaman hayati laut dan pesisir di
Indonesia. Indonesia dituntut untuk mengejewantahkannya dalam penurunan
laju kerusakan, khususnya untuk keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang
terus menerus menerima dampak kerusakan baik yang bersumber dari dalam ekosistem
itu sendiri maupun dari ekosistem lainnya.
Nilai kegunaan
dan manfaat keanekaragaman hayati pesisir dan laut terlalu besar ongkos
ekologinya jika terus dibiarkan berada dalam kebrutalan pengrusakan dan
pemusnahan. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut adalah seluruh keanekaan
bentuk kehidupan di pesisir dan laut, beserta interaksi di antara bentuk
kehidupan tersebut dan antara bentuk kehidupan tersebut dengan lingkungannya.
Keanekaragaman hayati pesisir dan laut merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan
di pesisir dan laut: tanaman yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme,
gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk.
Kekayaan hidup ini adalah hasil dari sejarah ratusan juta tahun berevolusi yang
jika hilang akan susah untuk pulih bahkan bisa hilang untuk selamanya.
Komunitas
ekosistem pantai pasir dangkal terletak di sepanjang pantai pada saat air
pasang. Luas wilayahnya mencakup pesisir terbuka yang tidak terpengaruh sungai
besar atau terletak di antara dinding batu yang terjal/curam. Komunitas di
dalamnya umumnya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan ganggang dan atau rerumputan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana keadaan dominansi di perairan barru ?
2.
Bagaimana keadaan keanekaragaman di perairan barru ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Ekosistem Lamun
Lamun adalah tumbuhan berbunga air yang terbentuk padang rumput didekat pantai
perairan payau atau laut di daerah beriklim sedang dan tropis.Australia memiliki keanekaragaman lamun tertinggi
di dunia, terdiri darilebih dari separuh spesies di dunia, dan semua kecuali
satu genus. Padatingkat luas, lamun dibedakan menjadi spesies beriklim sedang
dan tropis.Spesies lamun juga dapat berbeda dalam hal luasnya rentang
distribusimereka (vs luas terbatas), strategi reproduksi mereka (misalnya
pembenihancepat, bank benih dan reproduksi
vegetatif), tingkat ketekunan mereka (vssingkat persisten), fisiologi (misalnya
pertumbuhan dinamika, siklus haradan respon terhadap gangguan) dan dalam
interaksi ekologi mereka(misalnya pengaruh penggembalaan, struktur
kanopi daun, produksi detritusdan produksi
epifit). Kumpulan spesies lamun menimbulkan serangkaian padang lamun
dinamis dan temporal dan spasial variabel. Perubahankomposisi jenis
padang lamun dapat menunjukkan perubahan lambat tapi penting dalam lingkungan, dan merupakan indikator disarankan
untuk Negara Lingkungan Hidup.
Tanaman lamun bisa hidup normal
dalam keadaan terbenam, dan mempunyai sistem perakaran jangkar (rhizoma) yang
berkembang baik. Mengingat pada dasarnya tak berbeda dengan tanaman darat, maka
lamun punya keunikan yaitu memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang
menjadi benih. Semuanya dilakukan dalam keadaan terbenam di perairan laut. Hal
inilah yang menjadi perbedaan nyata lamun dengan tumbuhan yang hidup terbenam
di laut lainnya seperti makro-alga atau rumput laut (seaweed). Untuk bisa hidup
normal, akar tanaman lamun cukup kuat menghujam ke dasar perairan tempat
tumbuh. Akar ini tidak berfungsi penting dalam pengambilan air –sebagaimana
tanaman darat-- karena daun dapat menyerap nutrien (zat gizi) secara langsung
dari dalam air lat. Tudung akarnya dapat menyerap nutrien dan melakukan fiksasi
nitrogen. Sementara itu, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung dalam
kolom air, lamun dilengkapi dengan rongga udara (Husein, 2005).
B. Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reefs)
merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal
terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang
jenis anthozoa kelas Seleterctinia, yang termasuk hermatypic coral
atau jenis-jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari
kalsium karbonat (CaCO3) (Vaughen, dalam Supriharyono,
2000b). Struktur bangunan batu kapur (CaCO3) tersebut cukup kuat,
sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut, sedangkan
asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup di sini disamping selectrctinian
corals, adalah algae yang juga banyak mangandung kapur (Dawes, 1981).
Berkaitan dengan terumbu karang di sini
dibedakan antara binatang karang (reef corals) sebagai individu
organisme atau komponen masyarakat, dan terumbu karang (coral reef)
sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya organisme-organisme karang.
Terdapat dua
tipe karang, yaitu karang
yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan yang tidak
membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals
adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium
karbonat, sehingga sering dikenal pula sebagai reef-building corals.
Sedangkan ahermatypic corals adalah binatang karang yang tidak dapat
membentuk bangunan karang (Bengen, 2002; Supriharyono, 2000b).
Perkembangan
terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik lingkungan yang dapat menjadi pembatas bagi karang
untuk membentuk terumbu. Adapun faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan
dalam perkembangan terumbu karang adalah: (1) suhu air > 180C,
tetapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar
antara 23 ¨C 25oC, dengan suhu yang maksimal yang dapat ditolerir
berkisar antara 36 ¨C 40oC; (2) kedalaman perairan > 50 meter,
dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada ¡Ü 25 meter; (3) salinitas air
yang konstan antara 30 - 36¡ë; dan (4) perairan yang cerah, bergelombang besar
dan bebas dari sedimen (Bengen, 2001, 2002).
Pada daerah terumbu karang, ikan karang
merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar
yang mencolok. Dengan jumlahnya yang besar dan mengisi terumbu karang, maka
dapat terlihat dengan jelas bahwa ikan karang penyokong hubungan yang ada dalam
ekosistem terumbu karang (Nybakken, 1988). Keberadaan ikan-ikan karang sangat
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persentase
penutupan karang hidup (Hutomo, 1986).
Terumbu karang
merupakan habitat bagi beragam biota, sebagai berikut: (1) beraneka ragam avertebrata
(hewan tak bertulang belakang), terutama karang batu (stony coral), juga
berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan, ekinodermata (bulu babi, anemon
laut, teripang, bintang laut dan leli laut); (2) beraneka ragam ikan: 50 ¨C 70%
ikan kornivora oportunik, 15% ikan herbivora, dan sisanya omnivora; (3) reptil,
umumnya ular laut dan penyu laut; dan (4) ganggang dan rumput laut, yaitu:
algae hijau berkapur, algae karolin dan lamun (Bengen, 2002)
Adapun hal yang dapat
merusak terumbu karang yaitu salah satunya pada penggunaan bahan peledak di
daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan
gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya. Selain memberi dampak
yang buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan menggunkan bahan peledak
juga berakibat buruk untuk ikan-ikan yang ada (Hamid, 2007).
C. Indeks Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang mendominasi pada suatu
komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh
Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):
C = ∑ ( )²
Dengan C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis larva i
N = jumlah seluruh individu dalam total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
Nilai
indeks dominansi mendekati
satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks
dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi Odum
(1971). Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks
dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing
spesies (Kaswadji, 1976).
Pengaruh kualitas lingkungan terhadap
kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap
jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya.
Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang
komunitas ikan (Anwar, 2011).
D.
Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman digunakan
untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang diteliti. Pada prinsipnya, nilai
indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak
didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan
rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener.Berdasarkan
hasil perhitungan indeks keanekaragaman biota air, dapat diketahui secara umum
mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk plankton, apabila
indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah
terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air terhadap kehidupan plankton
(Odum, 1975). Faktor utama yang
mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya
perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan
organik, serta
perubahan iklim (Widodo, 1997).
BAB III
METODE PRAKTEK
A.
Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Ekologi
Perairan di laksanakan pada :
Hari/tgl : Sabtu tanggal 19 mei 2012
Tempat : Desa Kupa Kec. Mallusetasi Kab. Barru
Sulawesi selatan.
B.
Metode Praktek
Adapun metode pelaksanaan
praktek adalah sebagai berikut:
1. Siapkan peralatan praktekum
2. Penentuan lokasi pengamatan
yaitu dengan cara membuat plot dan sub plot dilaut dan diteliti organisme apa yang
ada di daerah tersebut.
3. Mengklasifikasikan organisme
yang ditemukan pada plot tersebut.
4. Metode kepustakaan yaitu
dengan mengetahui konsep-konsep yang berhubungan dengan objek penelitian serta
kegiatan. penelusuran literature yang erat kaitannya dengan pembahasan laporan
nanti.
C.
Alat
Adapun
alat yang digunakan saat melakukan praktek adalah sebagai berikut :
1.
Tali rafia
2.
Patok
3.
Alat
tulis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil dari masing-masing plot yaitu :
No
|
Organisme
|
Plot
|
||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
||
1
|
Teripang
|
-
|
2
|
-
|
-
|
2
|
2
|
Kerang
|
2
|
1
|
1
|
3
|
1
|
3
|
Bulu Babi
|
11
|
-
|
3
|
15
|
-
|
Tabel 1. Organisme pada masing-masing
plot
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1
|
Teripang
|
4
|
2
|
Kerang
|
8
|
3
|
Bulu babi
|
29
|
jumlah
|
41
|
Tabel 2. Jumlah Organisme dari
Plot A sampai Plot E
1.
Dominansi
Untuk menentukan indeks
dominansi sejenis digunakan rumus :
C = ∑ ( )²
= ∑ ( )² + ( )² + ( )²
= ∑ (0,70)² + (0,19)² + ()²
= ∑( 0,49 )+( 0,0361 )+ ( 0,0081)
=
0,5342
D = 1 — C
= 1 — 0,5342
= 0,4658
2. Keanekaragaman
No
|
N. organisme
|
∑
|
Pi
|
Lnpi
|
Pi (Npi)
|
1
|
Bulu babi
|
29
|
0,70
|
- 0,35
|
- 0,245
|
2
|
Kerang
|
8
|
0,19
|
- 1,66
|
- 0,315
|
3
|
Teripang
|
4
|
0,09
|
- 2,40
|
- 0,216
|
Jumlah
|
- 0,776
|
Indeks Keanekaragaman
Table 3. indeks keanekaragaman
H’ = [ ln ]
H’ = - [ - 0,776 ]
= 0,776
B. Pembahasan
1.
Dominansi
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari praktikum maka
dapat di ketahui bahwa dominansi di perairan Desa Kupa Kabupaten Barru
mempunyai indeks dominansi yang rendah karna
hasilnya mendekati nol atau dengan kata lain di perairan tersebut cukup baik karena tidak ada spesies organisme tertentu yang mendiminasi
tempat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum
(1971) yang menyatakat bahwa nilai
indeks dominansi mendekati
satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks
dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi.
Hal ini terjadi karena pada perairan tersebut terjadi
kerusakan terumbu karang yang cukup parah yang di akibatkan oleh terjadinya
pencemaran lingkungan oleh limbah industri maupun limbah rumah tangga sehingga
juga mempengaruhi tingkat atau indeks dominansi pada perairan tersebut meskipun
pada perairan tersebut mulai terjadi perubahan yang cukup bagus di tandai
dengan banyaknya terumbu karang yang mulai tumbuh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Widodo (1997), faktor utama yang
mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya
perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan
organik, sertaperubahan iklim.
2.
Keanekaragaman
Berdasarkan hasil yang di peroleh maka dapat di
ketahui bahwa keanekaragaman pada perairan Barru cukup bagus karena tingkat atau indeks keanekaragamannya mendekati satu. Hal ini sesuai dengan pendapat (Odum, 1975) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya, nilai indeks makin
tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi
oleh satu atau lebih dari takson yang ada.
Hal ini terlihat dimana pada perairan tersebut mulai
mengalami perubahan yang cukup bagus dimana karang-karang mulai tumbuh dan pada
daerah karang lebih banyak ditemukan organisme dibandingkan pada
padang lamun. sebaliknya pada padang lamun kurang di temukan organisme karena
padang lamun pada perairan tersebut kurang subur dimana banyak tumbuhan lamun
yang tertutupi oleh tumbuhan air lainnya yang bersifat menutupi permukaan
perairan sehingga penetrasi cahaya yang di terima lamun kurang sehingga
berpengaruh pada pertumbuhan lamun, selain itu juga banyaknya
buangan limbah rumah tangga dari warung-warung sekitar pesisir pantai yang
bersifat merusak lamun. Hal ini sesuai dengan pendapat (Widodo, 1997) yang menyatakan bahwa faktor
utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara
lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran
kimia dan organik, serta perubahan
iklim.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Semakin tinggi
indeks dominansi suatu perairan maka maka keanekarangaman suatu perairan
semakin berkurang dan begitupun sebaliknya.
2.
Tingkat atau
indeks dominansi dan keanekaragaman perairan Barru cukup bagus kerena tingkat
atau indeks dominansinya kurang sedangkan indeks keanekaragamannya tinggi.
3.
Tingkat
keanekaragaman suatu perairan menunjukkan tingkat kesuburan perairan tersebut.
4.
Kesuburan
suatu perairan sangat mempengaruhi keanekaragaman biota di perairan.
B.
Saran
1.
Waktu dalam
melaksanaan praktek sebainya lebih lama
2.
Butuh
penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekosistem-terumbu-karang.
http://Ekosistem-Padang-Lamun.
http://Kerusakan ekosistem perairan terumbu
karang akibat cara penangkapan yang ilegal (ILEGAL FISHING) « DuniaKuMu Blog.
http://94-saatnya-peduli-pada-padang-lamun
http://Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut
Indonesia dalam Tinjauan Perubahan Iklim
« Hendra Yusran Siry.
Nybakken,
James W. 1992. Biologi Laut. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta