Tampilkan postingan dengan label Prikanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Prikanan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Juni 2012

1 Laporan Ekologi perairan, dominansi dan keanekaragaman


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep ekosistem merupakan suatu yang luas, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari ini dengan cara mengkonsumsi makhluk fotosintesis tersebut diatas. Dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan (Nontji, 1987).
Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan kelestariannya. sebagai Sehingga untuk menjamin sumberdaya alam , kita perlu mengkaji dan memperhatikan hubungan-hubungan ekologis yang berlangsung diantara komponen-komponen yang menyusun sebuah ekosistem, Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitata bagti berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air dan melindungi komunitas mangrove yang berada di daerah belakan padang lamun. Keberadaan ekosistem lamun belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat di banadingkan dengan ekosistem mangrove maupun terumbu karang, meskipun diantara ketiga ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktiv dan paling tinggi keanekaragaman hayatinya. Produktivitas yang tinggi tersebut memungkinkan terumbu karang menjadi tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu, secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi.
Kerangka hewan karang berfunsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada terumbu karang padfa masa larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.
1.2  Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dari praktek lapang ekologi laut di Desa Cuppa Kecamatan Mallesitasi Kabupaten Barru  antara lain :
1.  Untuk menentukan komponen-komponen yang ada pada ekosistem pantai, lamun dan terumbu karang.
2.  Untuk melakukan pengukuran terhadap komponen-komponen tersebut pada ekosistem pantai, lamun, dan terumbu karang.
3.  Untuk mengetahui interaksi dan asosiasi yang ada pada ekosistem pantai, lamun, dan terumbu karang.
4.  Untuk mengukur data-data ekologi seperti keanekaragaman jenis, keanekaragaman relatif jenis, dan sebagainya , Untuk mengetahui kondisi ekosistem  pantai, lamun, dan terumbu karang.
Sedangkan kegunaan dari praktek lapang ekologi laut di  Desa Cuppa Kecamatan Mallesitasi Kabupaten Barru  yaitu sebagai bahan informasi untuk kegiatan penelitian selanjutnya serta sebagai bahan pemahaman tentang bagai mana keaneka ragaman yang terdapat di ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang.
                                                                             



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lamun
Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) . sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen dalam Wibowo, 1996)
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) . Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks. Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting). Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi. (Romimohtarto dkk, 1999).
Ekosistem padang lamun mempunya potensi ekonomi yang sangat besar. Potensi ini mendorong pengambilan sumberdaya yang dikandungnya secara berlebihan dan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Karena adanya asumsi bahwa sumberdaya yang berada di ekosistem padang lamun adalah milik bersama (common property), sehingga bila tidak dimanfaatkan pada saat ini maka akan dimanfaatkan orang lain (tragedy of common). Untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati tersebut digunakan cara-cara destruktif, mis. untuk menangkap ikan digunakan racun sianida, bahan peledak, dan lain-lain yang semuanya itu dapat merusak ekosistem padang lamun. Ancaman yang mengakibatkan terdegrasinya ekosistem padang lamun bisa disebabkan dari aktivitas manusia (pertanian, pertambakan, industri, pertambangan, pengembangan kota, reklamasi, dsb.) dan pengaruh dari proses-proses alami (angin, arus, hujan, gelombang, dsb.) (Dahuri, 2003).
Interaksi ekosistem padang lamun dengan ekosistem hutan mangrove sangat menentukan tipe substrat. Pengrusakan ekosistem hutan mangrove dapat menghilangkan salah satu fungsinya sebagai perangkap sedimen. Tanpa hutan mangrove maka sedimen dari darat akan hanyut dan menyebar ke laut. Padahal dengan terperangkapnya sedimen di hutan mangrove secara perlahan dan dalam jumlah yang besar akan bergeser ke padang lamun. kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup dua hal, yaitu pelindung lamun dari arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun.
Tetapi juga sedimen yang mengandung bahan pencemar dan terperangkap di ekosistem pesisir merupakan masalah serius degradasi likungan. pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian, baik padat maupun cair yang masuk perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Limbah cair yang mengandung nitrogen dan fosfor berpotensi menimbulkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang merugikan ekosistem pesisir. (Bengen, 2002).
2.2 Karang
A.   Ekosistem Karang
Wilayah ekosistem terumbu karang mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef), goba (laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang (Tomascik et al., 1997) . Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi. Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keaneka ragaman hayatinya. Berdasarkan data yang dikumpulkan selama Ekspedisi Snelius II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350 spesies karang keras yang termasuk ke dalam 75 genera. Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata(Tomascik et al., 1997) .
Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya (Admin, 2008).
B.   Organisme Yang hidup di Karang
 Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. Krustasea terumbu karang termasuk hewan akrab seperti udang, lobster, dan kepiting. Anggota Crustacea Kelas yang umum di seluruh ekosistem terumbu karang, dan ditemukan di ketiga utama zona terumbu karang . Crustasea memainkan sejumlah peran yang berbeda dalam ekologi komunitas terumbu karang. Beberapa pemulung, membersihkan karang dari sisa-sisa hewan yang membusuk. Lainnya adalah predator aktif atau omnivora. Banyak dimangsa oleh ikan-ikan terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .
Moluska (Filum Mollusca) adalah kelompok yang beragam dan melimpah dari hewan invertebrata yang menghuni berbagai macam habitat laut, termasuk terumbu karang.  Sebagian besar hewan-hewan ini bentik (tinggal bawah) invertebrata, tetapi ada beberapa perenang air terbuka termasuk juga. Dalam ekosistem terumbu karang, anggota kelompok ini dapat ditemukan di hampir setiap zona terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .  
Menurut Tomascik et al(1997) Tiga kelompok utama moluska umumnya bagian dari ekosistem terumbu karang:
  • gastropoda (keong, Chiton, nudibranch)
  • bivalvia (kima, kerang, kerang)
  • cumi (cumi, sotong, gurita).
            Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya (Admin, 2008).
Polip karang bersimbiosis dengan alga bersel tunggal (monuceluler), yang terdapat dalam jaringan endoderm karang. Alga ini termasuk dalam dinoflagellata marga symbiodinium yang mempumyai klorofil untuk proses potosintesis. Alga ini dapat disebut sebagai zooxantellae (Admin, 2008)..
Zooxantellae mendapatkan keuntungan karena ia mendapat tempat tinggal yang aman di dalam tubuh polip karang keras. Sedangkan polip karang keras mendapatkan keuntungan karena mendapatkan makanan dari hasil potosintesis alga yaitu oksigen dan energi. Hasil metabolisme makanan dari karang diambil zooxantellae untuk proses potosintesis dengan bantuan sinar matahari, kemudian hasilnya dimanfaatkan polip karang. Dengan demikian keduanya saling ketergantungan dan tidak dapat bertahan hidup tanpa ada salah satunya. Zooxantellae adalah salah satu penyusun karang yang paling penting. Tanpa peran zooxantella terumbu karang tidak akan terbentuk karena polip karang keras tidak akan dapat hidup tanpa zooxantellae (Admin, 2008).
Pembuatan jetty, pembukaan lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, pariwisata, dan transporatsi laut yang serampangan merupakan ancaman terbesar bagi kondisi terumbu Ekarang Indonesia. Ancaman ini telah menunjukan gejala yang mengkhawatirkan sehingga kondisi terumbu karang yang masih baik hanya tinggal 7% saja(Admin, 2008).
C.   Indeks Dominansi
            Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang  mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):
        C      = ∑  (  )²
Dengan C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis larva i
N = jumlah seluruh individu dalam total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
            Nilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh satu jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada satu jenis atau spesies yang mendominasi. nilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1 dan jika nilai indeks mendekati atau bernilai 1, maka perairan didominasi oleh spesies tertentu dan sebaliknya. Nilai dominansi phytoplankton 0,334 – 0,356 dan zooplankton 0,156 – 0,500 ini menunjukkan bahwa rata-rata tidak terjadi dominansi spesies Odum (1971).  Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).
            Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011).
D.   Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman jenis (H’) dihitung berdasarkan persamaan Shannon dan Wiener (Krebs, 1989; Krebs, 2001; Molles, 2002).
H’=  pi
Pi =
Keterangan : ( untuk plankton dan benthos)
H’         = Indeks Keragaman Shannon
pi         = ni / N = Komposisi organisme jenis ke-I
ni          = Jumlah organisme
N          = Jumlah total organisme
S          = Jumlah spesies atau genus
Indeks keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas larva ikan. Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011). Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener.Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman biota air, dapat diketahui secara umum mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk plankton, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air terhadap kehidupan plankton (Odum, 1975). Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997).




BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Ekologi Perairan di laksanakan pada hari Sabtu tanggal 19 Mei 2012 di desa Kupa Kecamatan Mallisetasi Kabupaten BARRU Sulawesi Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
1.    Tali rapia
2.    Patok
3.     Alat  tulis
3.3 Metode Praktek Lapang
Adapun metode pelaksanaan praktek adalah sebagai berikut:
1.    Metode praktek lapang yaitu dengan cara mahasiswa turun langsung ke lokasi praktek lapang.
2.    Penentuan lokasi pengamatan yaitu dengan cara membuat plot dan sub plot dilaut dan diteliti organisme apa yang ada di daerah tersebut.
3.    Mengklasifikasikan organisme yang ditemukan pada plot tersebut


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
            Dari kegiatan praktek lapang yang kami lakukan pada desa Kupa kecamatan Mallisetasi Kabupaten BARRU Sulawesi Selatan, tentang keseragaman Organisme maka kami mendapatkan hasil sebagai berikut ;
Plot I                                                                                         
No
Organisme
Jumlah
1.
2.
Bintang laut
Karang kimah
2
1
Jumlah

3
No
Organisme
Jumlah
1.
2.
Lobster
Bintang laut
1
1
Jumlah

2
  Plot II

Plot III                                                                                   
No
Organisme
Jumlah
1.
2.
Kerang kimah
Kerang bivalvia
3
2
Jumlah

5
No
Organisme
Jumlah
1.
2.
3.
Teripang
Kerang /bivalvia
Bulu babi
3
2
4
Jumlah

9
    Plot IV



Plot V
No
Organisme
Jumlah
1.
2.
3.
4.
Kerang bivalvia
Keong
Bintang laut
1
4
1
2
Jumlah

8
                                                                                               




4.2  PEMBAHASAN
Ø  Plot keseluruhan I-V                                                                                                                
No
Organisme
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bintang laut
Teripang
Bulu babi
Bivalvia
Keong
Lobster
Bintang ular
4
5
6
6
4
1
1
Jumlah

27

  






Ø   KEANEKARAGAMAN
No
Organism
Jumlah
Pi
LnPi
PiLnPi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bintang laut
Teripang
Bulu babi
Bivalvia
Keong
Lobster
Bintang ular
4
5
6
6
4
1
1
0.14
0.18
0.22
0.22
0.14
0.03
0.03
- 1.966
-1.714
-1.514
-1.514
-1.966
-3.506
-3.506
-0.275
-0.308
-0.333
-0.333
-0.275
-0.098
-0.098

Jumlah



-1.72
H = -
H= 1.72
Ø  INDEKS DOMINANSI
Rumus dominansi : D = 1 – C. dimana C adalah nilai  [  ]2
Indeks dominansi pada tabel plot A-E
Diketahui           : ni = jumlah setiap organisme
                              N = jumlah keseluruhan Organisme
Dit                       : C...................??

Penyelesaian :        
            Rumus mencari dominansi adalah D = 1 C
                             C = [  ]2
=[ ]2 +[ ]2+[ ]2+[ ]2+[ ]2+[ ]2+[ ]2
=0,196+0,0324+0,0486+0,0486+0,196+
   0,0014+0,0014
=1,402  atau 1,4
                        Karena, D = 1  C
                                           =1 – 1,4
                                            = 0,4
Maka Nilai Dominansinya adalah .
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari praktikum maka dapat di ketahui bahwa di daerah Kupa Kecamatan Mallisetasi Kabupaten Barru mempunyai indeks dominansi yang rendah karna dari hasilnya yang didapatkan indeks dominansinya kurang dari nol (0)  atau dengan kata lain di daerah tersebut tidak di dominasi oleh satu spesies atau organisme apapun,  Hal ini dikarnakan daerah tersebut belum adanya pengaruh lingkung sehingga perairan tersebut masih bagus ku alitas perairanya
Hal ini sesuai dengan pendapat (Odum, 1971) yang menyatakan bahwa Nilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi, Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu air itu tergantung dari kualitas air akan mempengaruhi indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).

Indeks Keanekaragaman
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari praktikum maka dapat di ketahui bahwa di daerah Kupa Kecamatan Mallisetasi Kabupaten Barru bahwa di daerah tersebut memiliki keanekaragaman yang tinggi sehingga  tidak adanya organisme yang mendominasi di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwar,(2011) yang menyatakan bahwa Pada prinsipnya, nilai indeks keanekaragaman makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada.
dapat diketahui secara umum mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk plankton, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air terhadap kehidupan plankton (Odum, 1975).
Dari hasil pembahasan indek dominansi dan keanekaragaman di atas maka dapat disimpulkan bahwa, daerah tersebut masi bangus di gunakan sebagai tempat budidaya dikarnakan daerah tersebut belum bayak terjadi pencemaran sehingga organisnya pun masi beragam hal ini sesuai pendapat dengan Widodo, (1997). Indeks keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas larva ikan. Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011).

















BAB V
PENUTUP
5.1     Kesimpulan
            Di lihat dari pembahasn diatas maka dapat disimpulkan bahwa perairan yang berada di desa Kupa Kecamatan Mallisetasi kabupaten Barru Sulawesi Selatan termasuk perairan yang tercemar karen adanya pembuangan limbah anorganik dan organik yang berasal dari pemukiman warga sekitar, sehingga terjadinya pencemaran  berlebihan sehingga perairantersebut tidak cocok untuk di jadikan lokasi budidaya, dikarnakan ekosistem lamun dan ekosistem karang terjadi kerusakan, sehingga tidak adanya keseimbangan dari keanekaragaman.
5.2     Saran
            Dalam kegiatan praktek lapang selanjutnya sebaiknya dosen memberikan arahan saat dilapangan agar para mahasiswa mengerti betul saat melakukan peraktikum.   





DAFTAR PUSTAKA
Admin  ,2008. Perkembangan terumbukarang. : Bandung
Bengen, D. G. 2002. Mengenal dan Memelihara Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
http:// Ekosistem Padang Lamun (Seagrass) « Ciencias Marinas.htm http:// ekosistem-lamun.html
http://Kerusakan ekosistem perairan terumbu karang akibat cara penangkapan yang ilegal (ILEGAL FISHING) « DuniaKuMu Blog.
http://Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut Indonesia dalam Tinjauan  Perubahan Iklim « Hendra Yusran Siry.
Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta
Romimahtarto dkk. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16. Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
 Wibowo 1996. Biologi Laut. Gramedia Pustaka Utama :    Jakarta



 

Prikanan Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates