BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep ekosistem merupakan
suatu yang luas, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling
ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan
fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer
energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses
fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain
yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari ini
dengan cara mengkonsumsi makhluk fotosintesis tersebut diatas. Dan begitu
selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan (Nontji, 1987).
Kelangsungan suatu fungsi
ekosistem sangat menentukan kelestariannya. sebagai Sehingga untuk menjamin
sumberdaya alam , kita perlu mengkaji dan memperhatikan hubungan-hubungan
ekologis yang berlangsung diantara komponen-komponen yang menyusun sebuah
ekosistem, Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan
habitata bagti berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat
memperlambat gerakan air dan melindungi komunitas mangrove yang berada di
daerah belakan padang lamun. Keberadaan ekosistem lamun belum begitu banyak
dikenal oleh masyarakat di banadingkan dengan ekosistem mangrove maupun terumbu
karang, meskipun diantara ketiga ekosistem tersebut di kawasan pesisir
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan fungsi
ekologisnya.
Terumbu karang merupakan
ekosistem laut yang paling produktiv dan paling tinggi keanekaragaman
hayatinya. Produktivitas yang tinggi tersebut memungkinkan terumbu karang
menjadi tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan dari kebanyakan ikan.
Oleh karena itu, secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat
tinggi.
Kerangka
hewan karang berfunsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota
laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada terumbu karang padfa masa
larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut.
Selain itu terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari
erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang
produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir,
dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.
1.2 Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dari praktek
lapang ekologi laut di Desa Cuppa Kecamatan Mallesitasi Kabupaten Barru antara lain :
1. Untuk menentukan komponen-komponen yang ada pada
ekosistem pantai, lamun
dan terumbu karang.
2. Untuk melakukan pengukuran terhadap komponen-komponen
tersebut pada ekosistem pantai, lamun, dan terumbu karang.
3. Untuk mengetahui interaksi dan asosiasi yang ada pada
ekosistem pantai,
lamun, dan terumbu karang.
4. Untuk mengukur data-data ekologi seperti keanekaragaman jenis, keanekaragaman relatif jenis, dan sebagainya , Untuk
mengetahui kondisi ekosistem pantai, lamun, dan terumbu karang.
Sedangkan kegunaan dari
praktek lapang ekologi laut di Desa
Cuppa Kecamatan
Mallesitasi Kabupaten Barru yaitu sebagai bahan informasi untuk kegiatan penelitian
selanjutnya serta sebagai bahan pemahaman tentang bagai mana keaneka ragaman yang terdapat di ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Lamun
Di Indonesia, padang lamun
sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang
(Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) . sehingga interaksi ketiga
ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem
ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem
yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat
gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan
mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen dalam Wibowo, 1996)
Padang lamun adalah
ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al.,
1997, Wibowo et al., 1996) . Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah
pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai
dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan
berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun
dan biota lain adalah sangat kompleks. Di samping itu, padang lamun adalah
“pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang
dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi
sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi.
Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata
(teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster,
Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting). Secara ekologis padang lamun
memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi
invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari
serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses
siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi.
Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi
dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan
makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat
menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna
bentos tinggi. (Romimohtarto dkk, 1999).
Ekosistem padang lamun mempunya potensi ekonomi yang
sangat besar. Potensi ini mendorong pengambilan sumberdaya yang dikandungnya
secara berlebihan dan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Karena
adanya asumsi bahwa sumberdaya yang berada di ekosistem padang lamun adalah
milik bersama (common property), sehingga bila tidak dimanfaatkan pada
saat ini maka akan dimanfaatkan orang lain (tragedy of common). Untuk
mengeksploitasi sumberdaya hayati tersebut digunakan cara-cara destruktif, mis.
untuk menangkap ikan digunakan racun sianida, bahan peledak, dan lain-lain yang
semuanya itu dapat merusak ekosistem padang lamun. Ancaman
yang mengakibatkan terdegrasinya ekosistem padang lamun bisa disebabkan dari
aktivitas manusia (pertanian, pertambakan, industri, pertambangan, pengembangan
kota, reklamasi, dsb.) dan pengaruh dari proses-proses alami (angin, arus,
hujan, gelombang, dsb.) (Dahuri, 2003).
Interaksi ekosistem padang
lamun dengan ekosistem hutan mangrove sangat menentukan tipe substrat.
Pengrusakan ekosistem hutan mangrove dapat menghilangkan salah satu fungsinya
sebagai perangkap sedimen. Tanpa hutan mangrove maka sedimen dari darat akan
hanyut dan menyebar ke laut. Padahal dengan terperangkapnya sedimen di hutan
mangrove secara perlahan dan dalam jumlah yang besar akan bergeser ke padang
lamun. kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang
mencakup dua hal, yaitu pelindung lamun dari arus air laut, dan tempat
pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan
kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun.
Tetapi
juga sedimen yang mengandung bahan pencemar dan terperangkap di ekosistem
pesisir merupakan masalah serius degradasi likungan. pembukaan lahan atas
sebagai bagian dari kegiatan pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian,
baik padat maupun cair yang masuk perairan pesisir dan laut melalui aliran
sungai. Limbah cair yang mengandung nitrogen dan fosfor berpotensi menimbulkan
keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang merugikan ekosistem pesisir. (Bengen,
2002).
2.2 Karang
A.
Ekosistem
Karang
Wilayah ekosistem terumbu
karang mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef),
goba (laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang
(Tomascik et al., 1997) . Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan
perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu
karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan
gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses
sedimentasi. Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan
paling tinggi keaneka ragaman hayatinya. Berdasarkan data yang dikumpulkan
selama Ekspedisi Snelius II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350
spesies karang keras yang termasuk ke dalam 75 genera. Kerangka hewan karang
berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya.
Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa
larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut.
Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi.
Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang
produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir,
dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata(Tomascik et al.,
1997) .
Karang
memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel
penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan
tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang
keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula
beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka
menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka
terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu
karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut.
Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu
karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut
lainya (Admin, 2008).
B.
Organisme
Yang hidup di Karang
Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada
dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup di
karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.Berbagai
invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang.
Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang
laut, dan ikan karnivora. Krustasea terumbu karang termasuk hewan akrab seperti
udang, lobster, dan kepiting. Anggota Crustacea Kelas yang umum di seluruh
ekosistem terumbu karang, dan ditemukan di ketiga utama zona terumbu karang . Crustasea
memainkan sejumlah peran yang berbeda dalam ekologi komunitas terumbu karang.
Beberapa pemulung, membersihkan karang dari sisa-sisa hewan yang membusuk.
Lainnya adalah predator aktif atau omnivora. Banyak dimangsa oleh ikan-ikan
terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .
Moluska
(Filum Mollusca) adalah kelompok yang beragam dan melimpah dari hewan
invertebrata yang menghuni berbagai macam habitat laut, termasuk terumbu
karang. Sebagian besar hewan-hewan ini
bentik (tinggal bawah) invertebrata, tetapi ada beberapa perenang air terbuka
termasuk juga. Dalam ekosistem terumbu karang, anggota kelompok ini dapat
ditemukan di hampir setiap zona terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .
Menurut
Tomascik
et al(1997) Tiga kelompok
utama moluska umumnya bagian dari ekosistem terumbu karang:
- gastropoda (keong, Chiton, nudibranch)
- bivalvia (kima, kerang, kerang)
- cumi (cumi, sotong, gurita).
Karang
memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel
penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan
tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang
keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula
beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka
menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka
terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu
karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut.
Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu
karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut
lainya (Admin, 2008).
Polip karang bersimbiosis
dengan alga bersel tunggal (monuceluler), yang terdapat dalam jaringan endoderm
karang. Alga ini termasuk dalam dinoflagellata marga symbiodinium yang
mempumyai klorofil untuk proses potosintesis. Alga ini dapat disebut sebagai zooxantellae
(Admin, 2008)..
Zooxantellae
mendapatkan keuntungan karena ia mendapat tempat tinggal yang aman di dalam
tubuh polip karang keras. Sedangkan polip karang keras mendapatkan keuntungan
karena mendapatkan makanan dari hasil potosintesis alga yaitu oksigen dan
energi. Hasil metabolisme makanan dari karang diambil zooxantellae untuk
proses potosintesis dengan bantuan sinar matahari, kemudian hasilnya
dimanfaatkan polip karang. Dengan demikian keduanya saling ketergantungan dan
tidak dapat bertahan hidup tanpa ada salah satunya. Zooxantellae adalah
salah satu penyusun karang yang paling penting. Tanpa peran zooxantella
terumbu karang tidak akan terbentuk karena polip karang keras tidak akan dapat
hidup tanpa zooxantellae (Admin, 2008).
Pembuatan
jetty, pembukaan lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, pariwisata, dan transporatsi
laut yang serampangan merupakan ancaman terbesar bagi kondisi terumbu Ekarang
Indonesia. Ancaman ini telah menunjukan gejala yang mengkhawatirkan sehingga
kondisi terumbu karang yang masih baik hanya tinggal 7% saja(Admin, 2008).
C.
Indeks Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang mendominasi pada suatu
komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh
Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):
C
= ∑ (
)²
Dengan C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis larva i
N = jumlah seluruh individu dalam total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
Nilai indeks dominansi
mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh satu jenis atau spesies
tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada satu jenis
atau spesies yang mendominasi. nilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1 dan jika
nilai indeks mendekati atau bernilai 1, maka perairan didominasi oleh spesies
tertentu dan sebaliknya. Nilai dominansi phytoplankton 0,334 – 0,356 dan zooplankton
0,156 – 0,500 ini menunjukkan bahwa rata-rata tidak terjadi dominansi spesies
Odum (1971). Banyak sedikitnya spesies
yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks dominansi,
meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies
(Kaswadji, 1976).
Pengaruh kualitas lingkungan terhadap
kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap
jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya.
Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang
komunitas ikan (Anwar, 2011).
D.
Indeks
Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman
jenis (H’) dihitung berdasarkan persamaan Shannon dan Wiener (Krebs, 1989;
Krebs, 2001; Molles, 2002).
H’=
pi
Keterangan : ( untuk plankton dan
benthos)
H’
= Indeks Keragaman Shannon
pi
= ni / N = Komposisi organisme jenis ke-I
ni
= Jumlah organisme
N
= Jumlah total organisme
S
= Jumlah spesies atau genus
Indeks keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk
mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas larva ikan. Pengaruh
kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung
pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang
berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh
informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011). Pada
prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin
beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada.
Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus
Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener.Berdasarkan hasil
perhitungan indeks keanekaragaman biota air, dapat diketahui secara umum
mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk plankton, apabila
indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah
terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air terhadap kehidupan plankton
(Odum, 1975). Faktor utama yang mempengaruhi jumlah
organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat
alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta
perubahan iklim (Widodo, 1997).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Ekologi
Perairan di laksanakan pada hari Sabtu tanggal 19 Mei 2012 di desa Kupa Kecamatan Mallisetasi Kabupaten BARRU
Sulawesi Selatan.
3.2
Alat dan Bahan
1. Tali
rapia
2. Patok
3. Alat
tulis
3.3 Metode Praktek Lapang
Adapun metode pelaksanaan
praktek adalah sebagai berikut:
1.
Metode praktek lapang yaitu dengan cara
mahasiswa turun langsung ke lokasi praktek lapang.
2.
Penentuan lokasi pengamatan yaitu dengan cara
membuat plot dan sub plot dilaut dan diteliti organisme apa yang ada di daerah
tersebut.
3.
Mengklasifikasikan organisme yang ditemukan
pada plot tersebut
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Dari kegiatan praktek lapang yang
kami lakukan pada desa Kupa kecamatan Mallisetasi Kabupaten BARRU Sulawesi
Selatan, tentang keseragaman Organisme maka kami mendapatkan hasil sebagai
berikut ;
Plot I
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1.
2.
|
Bintang laut
Karang kimah
|
2
1
|
Jumlah
|
3
|
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1.
2.
|
Lobster
Bintang laut
|
1
1
|
Jumlah
|
2
|
Plot II
Plot III
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1.
2.
|
Kerang kimah
Kerang bivalvia
|
3
2
|
Jumlah
|
5
|
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1.
2.
3.
|
Teripang
Kerang /bivalvia
Bulu babi
|
3
2
4
|
Jumlah
|
9
|
Plot
IV
Plot V
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1.
2.
3.
4.
|
Kerang bivalvia
Keong
Bintang laut
|
1
4
1
2
|
Jumlah
|
8
|
4.2 PEMBAHASAN
Ø Plot keseluruhan I-V
No
|
Organisme
|
Jumlah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Bintang laut
Teripang
Bulu babi
Bivalvia
Keong
Lobster
Bintang ular
|
4
5
6
6
4
1
1
|
Jumlah
|
27
|
Ø KEANEKARAGAMAN
No
|
Organism
|
Jumlah
|
Pi
|
LnPi
|
PiLnPi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Bintang laut
Teripang
Bulu babi
Bivalvia
Keong
Lobster
Bintang ular
|
4
5
6
6
4
1
1
|
0.14
0.18
0.22
0.22
0.14
0.03
0.03
|
- 1.966
-1.714
-1.514
-1.514
-1.966
-3.506
-3.506
|
-0.275
-0.308
-0.333
-0.333
-0.275
-0.098
-0.098
|
Jumlah
|
-1.72
|
H =
-
H=
1.72
Ø
INDEKS DOMINANSI
Rumus dominansi : D = 1
– C. dimana C adalah nilai [
]2
Indeks dominansi pada tabel plot A-E
Diketahui
: ni = jumlah setiap organisme
N = jumlah keseluruhan Organisme
Dit : C...................??
Penyelesaian :
Rumus
mencari dominansi adalah D = 1
C
C = [
]2
=[
]2 +[
]2+[
]2+[
]2+[
]2+[
]2+[
]2
=0,196+0,0324+0,0486+0,0486+0,196+
0,0014+0,0014
=1,402 atau 1,4
Karena,
D = 1
C
=1 – 1,4
=
0,4
Maka Nilai Dominansinya adalah
.
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari praktikum maka
dapat di ketahui bahwa di daerah Kupa Kecamatan Mallisetasi Kabupaten Barru
mempunyai indeks dominansi yang rendah karna dari hasilnya yang didapatkan
indeks dominansinya kurang dari nol (0) atau dengan kata lain di daerah tersebut tidak
di dominasi oleh satu spesies atau organisme apapun, Hal ini dikarnakan daerah tersebut belum
adanya pengaruh lingkung sehingga perairan tersebut masih bagus ku alitas
perairanya
Hal ini sesuai dengan pendapat (Odum, 1971) yang
menyatakan bahwa Nilai indeks dominansi mendekati satu (1)
apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks
dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi,
Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu air itu tergantung dari
kualitas air akan mempengaruhi indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat
tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).
Indeks
Keanekaragaman
Berdasarkan
hasil yang di peroleh dari praktikum maka dapat di ketahui bahwa di daerah Kupa
Kecamatan Mallisetasi Kabupaten Barru bahwa di daerah tersebut memiliki
keanekaragaman yang tinggi sehingga
tidak adanya organisme yang mendominasi di daerah tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anwar,(2011) yang menyatakan bahwa Pada
prinsipnya, nilai indeks keanekaragaman makin tinggi, berarti komunitas
diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari
takson yang ada.
dapat
diketahui secara umum mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk
plankton, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6,
menunjukkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air
terhadap kehidupan plankton (Odum, 1975).
Dari hasil pembahasan indek dominansi dan
keanekaragaman di atas maka dapat disimpulkan bahwa, daerah tersebut masi
bangus di gunakan sebagai tempat budidaya dikarnakan daerah tersebut belum
bayak terjadi pencemaran sehingga organisnya pun masi beragam hal ini sesuai
pendapat dengan Widodo, (1997). Indeks
keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas
lingkungan terhadap komunitas larva ikan. Pengaruh kualitas lingkungan terhadap
kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis
ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks
tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang
komunitas ikan (Anwar, 2011).
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Di lihat dari pembahasn diatas maka dapat disimpulkan
bahwa perairan yang berada di desa Kupa Kecamatan Mallisetasi kabupaten Barru
Sulawesi Selatan termasuk perairan yang tercemar karen adanya pembuangan
limbah anorganik dan organik yang berasal dari pemukiman warga sekitar, sehingga terjadinya pencemaran berlebihan sehingga perairantersebut tidak
cocok untuk di jadikan lokasi budidaya, dikarnakan
ekosistem lamun dan ekosistem karang terjadi kerusakan, sehingga tidak adanya keseimbangan dari
keanekaragaman.
5.2
Saran
Dalam kegiatan praktek lapang
selanjutnya sebaiknya dosen
memberikan arahan saat dilapangan agar para mahasiswa mengerti betul saat
melakukan peraktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Admin ,2008.
Perkembangan terumbukarang. : Bandung
Bengen, D. G. 2002. Mengenal dan Memelihara Mangrove.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir
dan Lautan IPB. Bogor.
http://
Ekosistem Padang Lamun (Seagrass) « Ciencias Marinas.htm http://
ekosistem-lamun.html
http://Kerusakan
ekosistem perairan terumbu karang akibat cara penangkapan yang ilegal (ILEGAL FISHING)
« DuniaKuMu Blog.
http://Keanekaragaman
Hayati Pesisir dan Laut Indonesia dalam Tinjauan Perubahan Iklim « Hendra Yusran Siry.
Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta
Romimahtarto dkk. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16. Balitbang Biologi
Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
Wibowo
1996. Biologi Laut. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta